Makalah Fundamentalisme dalam Pandangan Islam
FUNDAMENTALISME DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab
munculnya kaum fundamentalisme ialah diakibatkan oleh arus globalisasi yang
tidak terbendung dan tidak terfilterasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan
lahirnya perilaku masyarakat yang amoral dan
menyimpang dari norma-norma agama.
Masuknya kultur luar ke suatu daerah yang cenderung merusak tatanan hidup
masyarakat yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur religiositas. hal ini
menyebabkan kekhawatiran akan tercabutnya akar-akar tatanan sosial masyarakat
yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional yang ada. Kaum
fundamentalisme muncul sebagai penyaring dan pembendung dari hancurnya
norma-norma agama. Agama merupakan suatu prespektif dalam menilai dan memandang
sesuatu yang syarat dengan muatan moral sehingga identitas keagamaan sekaligus
merupakan sebuah prespektif yang dapat menentukan cara pandang seseorang.
B. Rumusan
Masalah
1. Istilah
fundamentalisme dan kelahiran fundamentalisme.
2. Macam-macam
fundamentalisme.
3. Faktor-faktor
gerakan fundamentalisme.
4. Prinsip-prinsip
dasar fundamentalisme.
5. Landasan
gerakan fundamentalisme.
BAB II
PEMBAHASAN DAN
ANALISIS
A. Istilah
Fundamentalisme
Istilah
fundamentalisme berawal dari serangkaian pamflet yang berjudul “The Fundamental
Of The Faith” yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Dalam
pamflet tersebut, para pemimpin Protestan (evanglish) yang konservatif pada
masa itu menyerukan kembali apa yang mereka yakini sebagai inti kebenaran
Protestan demi menghadapi semangat zaman yang liberal dan progresif. Istilah
fundamental kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kelompok Protestan yang
anti terhadap modernitas. Istilah ini pada awalnya juga digunakan untuk
mengidentifikasikan kelompok tertentu yang meyakini bahwa dunia ini segera
berakhir. Seperti pemahaman kelompok ajaran Kristen.
Karen Amstrong
mengatakan bahwa gerakan fundamentalis tidak muncul begitu saja sebagai respons
spontan terhadap datangnya modernisasi yang dianggap sudah keluar terlalu jauh.
Semua orang religius berusaha mereformasi tradisi mereka dan memadukannya
dengan budaya modern, seperti yang dilakukan pembaharu muslim. Ketika cara-cara
moderat dianggap tidak membantu, beberapa orang menggunakan metode yang lebih
ekstrem, dan saat itulah gerakan fundamentalis lahir.
Fundamentalisme
merupakan salah satu fenomena abad 20 yang paling banyak dibicarakan.
fundamentalisme selalu muncul dalam setiap agama besar dunia, tidak hanya
Kristen dan Islam, Fundamentalisme juga terdapat pada agama Hindu, Budha,
Yahudi dan Konfusianisme. sehingga belum ada definisi yang jelas mengenai
istilah “Fundamentalisme” itu sendiri dikarenakan kemunculannya bermula pada
pengistilahan yang dipakai oleh kaum Protestan Amerika awal tahun 1900-an untuk
membedakan diri dari kaum Protestan yang lebih liberal.
Belakangan
ini, istilah fundamentalisme banyak dibicarakan di media massa. Tidak hanya di
tingkat Nasional, tetapi juga Internasional. Hal tersebut terjadi seiring
merebaknya terorisme yang berlindung di bawah paham fundamentalisme agama,
terutama Islam. Sehingga, istilah fundamentalis identik dengan fundamentalisme
Islam atau Islam fundamentalis yang memiliki kesan negatif dan ekstremisme. Padahal,
kalau dilihat lebih dalam, fundamentalis yang berakar pada agama itu tidak
hanya Islam, melainkan juga agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu,Buddha,Yahudi,danKonghucu.
Terlepas dari semua itu, istilah fundamentalisme yang dipersepsikan masyarakat dunia saat ini merupakan pemaknaan yang diproduksi bangsa Barat. Fundamentalisme menunjuk pada sikap-sikap yang ekstrem, hitam putih, tidak toleran, tidak kompromi, dan segalanya yang asosiatif. Agama dijadikan alat untuk mengintimidasi dan menindas sekelompok orang yang bertentangan dengan pahamnya. Padahal, agama mana pun tidak mengajarkan demikian. Nilai-nilai kemanusiaan agama ditinggalkan, agama yang dibangun dari integrasi akal pikiran rasional dengan nonrasional, sehingga menciptakan pikiran yang masuk akal (rasional), telah beralih peran yang mengarah pada penciptaan rasionalitas untuk bertindak anarkis. Agama yang berfungsi memenuhi kebutuhan rohani manusia agar menjadi tentram, damai, dan aman telah beralih pada kebencian, kegelisahan, serta ketakutan. Agama yang berprinsip nilai-nilai kemanusiaan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan telah berganti nilai-nilai kekerasan dan fanatisme sempit. Paham fundamentalisme agama yang demikian itulah yang harus dibenarkan dan diluruskan.
Terlepas dari semua itu, istilah fundamentalisme yang dipersepsikan masyarakat dunia saat ini merupakan pemaknaan yang diproduksi bangsa Barat. Fundamentalisme menunjuk pada sikap-sikap yang ekstrem, hitam putih, tidak toleran, tidak kompromi, dan segalanya yang asosiatif. Agama dijadikan alat untuk mengintimidasi dan menindas sekelompok orang yang bertentangan dengan pahamnya. Padahal, agama mana pun tidak mengajarkan demikian. Nilai-nilai kemanusiaan agama ditinggalkan, agama yang dibangun dari integrasi akal pikiran rasional dengan nonrasional, sehingga menciptakan pikiran yang masuk akal (rasional), telah beralih peran yang mengarah pada penciptaan rasionalitas untuk bertindak anarkis. Agama yang berfungsi memenuhi kebutuhan rohani manusia agar menjadi tentram, damai, dan aman telah beralih pada kebencian, kegelisahan, serta ketakutan. Agama yang berprinsip nilai-nilai kemanusiaan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan telah berganti nilai-nilai kekerasan dan fanatisme sempit. Paham fundamentalisme agama yang demikian itulah yang harus dibenarkan dan diluruskan.
Dalam hal ini,
kamus Oxford mendifinisikan kata fundamentalisme sebagai “pemeliharaan secara
ketat atas kepercayaan agama”
B. Macam Macam
Fundamentalisme
Dilihat dari
perkembangannya, fundamentalisme dibagi menjadi dua macam yaitu fundamentalis
yang sifatnya positif dan fundamentalisme yang sifatnya negatif.
1.
Fundamentalisme positif, yaitu fundamentalisme yang
menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika
kemaslahatan publik. Fundamentalisme Islam yang sifatnya positif diterjemahkan
sebagai suatu ‘gerakan sosial’, tidak sebagai ‘gerakan Islam’. Secara umum,
fundamentalisme Islam sebagai satu gerakan sosial yang berupaya memapankan (to
established) sistem kepercayaan ‘umat Islam’ yang murni (the Pristine Islam) di
tengah hingar bingar hegemoni dan dominasi budaya Barat. Selain itu, mereka
mengakui bahwa nilai-nilai Islam itu hanya dapat terpelihara dengan membangun
satu bentuk negara teokrasi atau agama sebagai tandingan atas negara atau
bangsa yang demokratis. Tambahan pula, para fundamentalis sedang menggiatkan
politisasi agama (atau Islam politik) untuk memperjuangkan dan membela
tujuan-tujuan sosio-ekonomi dan politik mereka tetapi tetap berasaskan dengan
ajaran Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
pengertian fundamentalisme positif dapat kita ambil contoh gerakan orientalis
dalam Kristen, gerakan hizbut tahrir dalam Islam. Untuk mendapatkan legitimasi
dari suatu Negara, mereka memasukkan ideologi mereka dengan cara apapun, baik
langsung maupun tak langsung. Dalam pergerakannya mereka tidak melakukan
gerakan dengan cara fisik tetapi kebanyakan mereka menggunakan ideologi untuk
mengubah faham yang semula dianut menjadi sesuatu yang berlainan dengan
ketentuan-ketentuan yang dianut.
2.
Fundamentalisme negatif, yaitu fundamentalisme yang
menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan. Pada
mulanya, fundamentalisme dalam tradisi Islam adalah upaya untuk menggali dan
bahkan mengembangkan dasar-dasar keagamaan, sebagaimana terdapat dalam khazanah
Ushul Fiqih. Bagi mereka yang memahami khazanah Ushul Fiqih dengan baik, maka
Islam akan berwajah progresif. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang mendekati teks
dan doktrin keagamaan tanpa melalui media Ushul Fiqih, maka kemungkinan akan
menjadi fundamentalis yang radikal, bahkan teroristik. Dalam hal ini
fundamentalisme diartikan sebagai tindakan dalam menghadapi musuh-musuh Tuhan
yaitu modernisme dan sekularisme.
Oleh karena
itu, kaum fundamentalisme semacam ini dalam pergerakannya sering menggunakan
tindakan kekerasan atau yang lainnya untuk menjadikan apa yang diinginkan
tercapai. Dapat dicontohkan bahwasanya orang barat menganggap agama Islam
adalah agama yang fundamental dan dalam setiap gerakannya menggunakan kekerasan
seperti halnya : Hizbullah, Al-Qaeda..
Menurut Abdul
Muis Naharong, fundamentalisme Islam ada dua bentuk fundamentalisme yaitu :
a. Fundamentalisme
Islam yang moderat dan
b. Fundamentalisme
islam yang radikal.
Fundamentalisme
Islam moderat berupaya mengislamkan masyarakat secara berangsur-angsur
(Islamisasi dari bawah), lewat jalur politik dan dakwah. Usaha mereka tidak
jarang diiringi dengan melakukan tekanan terhadap pemerintah untuk melakukan
Islamisasi dari atas, seperti memasukkan syariat Islam ke dalam Undang-undang
dan sebagainya. Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal berupaya melakukan
Islamisasi dengan menghalalkan cara-cara kekerasan. Mereka terbagi menjadi dua
yakni yang berskala Nasional-regional dan yang berskala
transnasional-supranasional.
Fundamentalisme Islam radikal berskala Nasional-regional adalah mereka yang berusaha mendirikan negara Islam dengan cara kekerasan dan syarat utamanya adalah menjatuhkan secara paksa penguasa suatu negara ataupun beberapa negara, kemudian diambil alih dan didirikanlah negara Islam. Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal transnasional-supranasional lebih memusatkan perhatian dan kegiatannya dalam memerangi pemerintah yang selalu menekan dan hendak memberantas gerakan Islam di negaranya. Yang mudah dilihat jelas, adalah kebencian anggota kelompok ini kepada negara-negara Barat terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang sering mereka anggap hendak menghancurkan negara Islam dan negara berpenduduk muslim.
Adapun tokoh yang mempengaruhi gerakan-gerakan fundamentalisme dalam Islam yang pertama kali muncul di wilayah Semenanjung Arabia, ketika masa pra modern ialah Muhammad Abd al-Wahhab (1703-92) yang dikenal dengan gerakan Wahabi. Selanjutnya di masa kontemporer sekarang ini gerakan-gerakan fundamentalis juga banyak bermunculan diantaranya kebangkitan gerakan al-ikhwal al-muslim (IM) yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, di bawah pimpinan Hasan al-Banna, yang selanjutnya di gantikan oleh Sayyid al-Quthb.
Fundamentalisme Islam radikal berskala Nasional-regional adalah mereka yang berusaha mendirikan negara Islam dengan cara kekerasan dan syarat utamanya adalah menjatuhkan secara paksa penguasa suatu negara ataupun beberapa negara, kemudian diambil alih dan didirikanlah negara Islam. Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal transnasional-supranasional lebih memusatkan perhatian dan kegiatannya dalam memerangi pemerintah yang selalu menekan dan hendak memberantas gerakan Islam di negaranya. Yang mudah dilihat jelas, adalah kebencian anggota kelompok ini kepada negara-negara Barat terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang sering mereka anggap hendak menghancurkan negara Islam dan negara berpenduduk muslim.
Adapun tokoh yang mempengaruhi gerakan-gerakan fundamentalisme dalam Islam yang pertama kali muncul di wilayah Semenanjung Arabia, ketika masa pra modern ialah Muhammad Abd al-Wahhab (1703-92) yang dikenal dengan gerakan Wahabi. Selanjutnya di masa kontemporer sekarang ini gerakan-gerakan fundamentalis juga banyak bermunculan diantaranya kebangkitan gerakan al-ikhwal al-muslim (IM) yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, di bawah pimpinan Hasan al-Banna, yang selanjutnya di gantikan oleh Sayyid al-Quthb.
C. Faktor-Faktor
Gerakan Fundamentalisme
Fenomena aksi
terorisme yang telah menelan korban materi dan ribuan nyawa melayang, yang
dilakukan oleh para tokoh fundamentalis, membuat fundamentalisme Islam, yang
juga biasa dikenal dengan nama Islamisme, Islam militan, Islam radikal dan
Islam politik, dan istilah yang lain yang bermakna serupa dengannya; kembali
ramai dan dirasa menarik serta penting untuk dibicarakan.
Padahal,
sebelum munculnya fenomena santri (teroris) keblinger ini, fundamentalisme
Islam dianggap sudah gagal, misalnya dalam tulisan Ray Takeyh (2001) yang
berjudul Islamisme: R.I.P (Rest in Peace), atau Oliver Roy (1994) dalam bukunya
The Failure of Political Islam dan sebagainya. Tetapi, sejak munculnya fenomena
santri (teroris) keblinger, fundamentalisme Islam dan istilah sejenisnya
mengalami apa yang oleh Wolfgang Gunter Lerch (2002) disebut sebagai {Back On
the Map}. Maksudnya, fundamentalisme Islam menjadi bahan perhatian dan
perbincangan publik di seluruh dunia dan minat publik untuk mengetahui gerakan
tersebut kembali meningkat tajam.
Di sini fundamentalisme dapat diartikan sebagai gerakan yang menuju ke dalam (purifikasy) pemurnian. Dapat diartikan sebagai gerakan yang secara mutlak dilandaskan ajaran agama. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi adanya gerakan fundamentalisme dikarenakan :
Di sini fundamentalisme dapat diartikan sebagai gerakan yang menuju ke dalam (purifikasy) pemurnian. Dapat diartikan sebagai gerakan yang secara mutlak dilandaskan ajaran agama. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi adanya gerakan fundamentalisme dikarenakan :
1.
Adanya keinginan dari sekelompok umat untuk melakukan
pemurnian (purifikasi) terhadap ajaran agama Islam yang dianggap sudah
menyimpang dari sumber aslinya.
2.
Adanya perintah Allah di dalam Al Qur'an (umatan wahidah)
untuk menjadikan seluruh umat manusia menuju jalan yang benar. Dalam hal ini
Al- Qur’an telah mengatakan bahwa manusia dilahirkan untuk beribadah kepada
Allah atau menyembah kepada-Nya.
3.
Arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak
terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku masyarakat
yang imoral dan menyimpang dari norma-norma agama.
4.
Kekuasaan despotik pemerintahan yang menyeleweng dari
nilai-nilai yang fundamental.
5.
Berkembangnya sains dan teknologi modern yang dianggap
menyimpang atau menyeleweng dari aturan yang telah ditetapkan oleh kitab suci.
6.
Adanya penjajahan barat yang serakah, menghancurkan serta
sekular justru datang belakangan.
Agama yang
telah mengajarkan tentang tata cara atau aturan untuk hidup yang lebih baik
yang menuju ke arah damai dijadikan sebuah kedok untuk menjalankan aksi-aksi
teror yang sekarang ini marak-maraknya terjadi. Dari segi arti agama mempunyai
tujuan yang mulia, contohnya agama Islam yang mengajarkan keselamatan, agama
Kritsten yang mengajarkan kasih sayang dan agama-agama lainnya yang mengajarkan
kepada umatnya untuk berbuat kebaikan. Dalam setiap agama mempunyai
aturan-aturan tersendiri yang mengharuskan para penganut agama masing-masing
berbuat kebaikan dan menjalankan kebenaran. Terjadinya perkembangan sains atau
modernisasi yang menyebabkan berubahnya aturan dalam suatu agama. Dari sinilah
kaum fundamentalisme lahir untuk menstabilkan aturan-aturan agama yang telah
terkontaminasi oleh modernisasi.
Seiring dengan
perkembangan kapitalisme ke arah kapitalisme lanjut, struktur masyarakatpun
kembali mengalami perubahan. Dari masyarakat primitif, masyarakat
borjuis-feodal kemasyarakat sekular. Dengan industrialisasi dan urbanisasi
serta perkembangan teknologi, secara perlahan-lahan terjadi proses tranformasi
sosial. Perubahan ini didorong oleh, di satu sisi, perkembangan teknologi dan
peningkatan populasi penduduk di kota-kota besar yang menyebabkan perubahan
pola hidup masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.
Di sisi lain,
sebagai akibat perubahan tersebut, terjadi erosi dan kegoncangan struktur nilai
sosial masyarakat, luruhnya ikatan sosial dalam komunitas pedesaan, turunnya
status agama dan merebaknya proses sekularisasi serta diabaikannya nilai-nilai
moral. Dari sinilah muncul istilah fundamentalisme.
D. Prinsip Dasar
Fundamentalisme
”Karakteristik
fundamentalisme adalah skripturalisme, yakni keyakinan harfiah terhadap kitab
suci yang merupakan firman Tuhan yang dianggap tanpa kesalahan. Dengan
keyakinan itu dikembangkan gagasan dasar bahwa suatu agama tertentu dipegang
kokoh dalam bentuk literal dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi
dan pengurangan.” Demikianlah apa yang telah dipaparkan oleh Hamim Ilyas yang
mengatakan bahwa fundamentalisme selalu identik dengan penafsiran kitab suci
yang secara rigid. Dalam hal ini, Azumardi azra mengklarifikasikan prinsip
dasar dari fundamentalisme menjadi 4 ragam prinsip dasar.
1.
Opposionalisme (paham perlawanan), Fundamentalisme dalam
agama mana pun mengambil bentuk perlawanan yang bukannya tak sering bersifat
radikal terhadap ancaman yang dipandang akan membahayakan eksistensi agama,
baik yang berbentuk modernitas, sekularisasi maupun tata nilai Barat. Acuan
atau tolok ukur untuk menilai tingkat ancaman itu tentu saja adalah kitab suci,
yang dalam fundamentalisme Islam adalah Al-Quran dan pada batas-batas tertentu
juga hadits Nabi.
2.
Penolakan terhadap hermeneutika, Kaum fundamentalis
menolak sikap kritis terhadap teks. Teks al-Qur’an harus dipahami secara
literal sebagaimana bunyinya, karena nalar dipandang tidak mampu memberikan
interpretasi yang tepat terhadap teks. Meski bagian-bagian tertentu dari teks
kitab suci boleh jadi kelihatan bertentangan satu sama lain, nalar tidak
dibenarkan melakukan semacam ”kompromi” dan menginterpretasikan ayat-ayat
tersebut.
3.
Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme, Bagi kaum
fundamentalis, pluralisme merupakan pemahaman yang keliru terhadap teks kitab
suci.
4.
Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis,
Kaum fundamentalis berpandangan bahwa perkembangan historis dan sosiologis
telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci. Karena
itulah, kaum fundamentalis bersifat a-historis dan a-sosiologis ; dan tanpa peduli
bertujuan kembali kepada bentuk masyarakat ”ideal” (seperti pada zaman kaum
salaf) yang dipandang mengejawantahkan kitab suci secara sempurna.
Bentuk ideal
keagamaan masyarakat dijawab dengan nostalgia sejarah melalui ajakan untuk
selalu kembali ke masa lalu. Corak-corak dasar inilah yang membentuk sikap,
pola pikir, serta perilaku keberagamaan seseorang. Ajaran agama harus
senantiasa menjadi fundamen, dan setiap agama tentulah mensyaratkan hal itu.
Dalam bahasa Abid al-Jabiri mengatakan ketika upaya kebebasan (Ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan. Oleh sebab itu, fundamentalisme yang pada dasarnya bersifat positif lalu bergerak liar secara negative dan destruktif. Ruh agama tak lagi dijadikan kekuatan pembebas yang menjunjung nilai luhur kemanusiaan (humanisme) dalam porsi yang pantas sebaliknya ia justru dijadikan kekuatan penebas yang memenggal paham dan pemikiran yag berbeda dan tak selaras.
Tepat di arah
inilah sebenarnya urat nadi persoalan fundamentalisme agama terterakan. Ketika
upaya kebebasan dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat
itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan. Karakteristik
fundamentalisme yang telah mengakar membawa konskuensi logis munculnya
doktrin-doktrin yang justru mengekang, menyiksa diri dan membatasi ruang gerak,
bukannya membebaskan. Doktrin sentral fundamentalisme adalah Islam kaffah.
Dalam doktrin ini Islam tidak hanya diajarkan sebagai sistem agama, tetapi
sebagai sistem yang secara total mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik
dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Ditambahkan
lagi, bahwa ”Akar fundamentalisme yang berasal dari kesalahan menafsirkan teks
suci al-Qur’an ternyata benar-benar mencoreng nama Tuhan. Fundamentalisme
merupakan gejala tiap agama dan kepercayaan untuk mempresetasikan pemberontakan
terhadap moderntas seperti yang dikatakan oleh Karen Amstrong.
E. Landasan
Teologis Fundamentalisme Dalam Islam
Satu ciri
keunikan Islam adalah bahwa semua kelompok yang sangat berbeda sekalipun
masing-masing tidak pernah lari dari sumber ajaran Islam (Al Qur’an dan
Hadits). Bukan hanya Islam fundamentalis yang mencari rujukan Al Qur’an, tapi
juga Islam liberal, bahkan kaum sekuler Islam pun mengklaim punya landasan
dalam Al- Qur’an itu sendiri. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang apabila salah dimaknai akan menjadi ‘provokatif’ yang seakan-akan melegitimasi gerakan fundamentalisme.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Dari semua pembahasan yang telah di paparkan, mungkin
kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwasanya Fundamentalisme di sini
dimengerti sebagai sikap penganut agama yang hanya menekankan aspek ketaatan
secara harfiah atas sejumlah prinsip keagamaan yang dianggap mendasar.
Dilihat dari
perkembangannya, fundamentalisme dibagi menjadi dua macam yaitu fundamentalis
yang sifatnya positif dan fundamentalisme yang sifatnya negatif
Fundamentalisme positif, yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika kemaslahatan publik.
Fundamentalisme negatif, yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan
Fundamentalisme positif, yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika kemaslahatan publik.
Fundamentalisme negatif, yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan
Comments
Post a Comment