Makalah Pancasila : Kebijakan Pemerintah yang Sesuai dengan Pancasila



BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidaklah sulit untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka sungguh pantas apabila Pancasila digunakan
sebagai landasan dasar bangsa Indonesia. Karena pancasila bersifat universal. Dimana semua unsur yang terkandung didalamnya dapat diterima semua pihak baik nasional maupun internasional. Itu disebabkan karena Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia dan mengandung unsur-unsur luhur jiwa bangsa Indonesia.
Sudah seharusnya pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia menjadi acuan Undang-Undang Dasar 1945, menjadi acuan kebijakan, dan turunan dari kebijakan ini adalah undang-undang dan peraturan dibawahnya, dari perumusan kebijakan, implementasi sampai pada evaluasi kebijakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Ø  Kebijakan pemerintah apa saja yang sesuai dengan pancasila?
C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
  1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila
2.      Untuk mengetahui apakah kebijakan pemerintah sesuai dengan pancasila
3.      Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang kemudian dijadikan landasan menentukan kebijakan dalam pemerintahan.
 D. MANFAAT
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan:
  1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan.
  2. Mahasiswa dapat memahami fungsi utama Pancasila sebagai dasar negara.
  3. Mahasiswa dapat mengetahui bukti penerapan pancasila dalam kehidupan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Sila Ketuhanan yang maha Esa mencerminkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama dan adanya kebebasan dalam memeluk agama masing-masing dan menjalankan ibadah menurut agam dan
kepercayaannya itu.  Artinya tidak ada pemaksakaan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, yaitu tidak boleh memaksakan orang lain memeluk agama kita atau memaksa seseorang untuk berpindah ke agama lain. Negara memberikan jaminan kebebasan kepada warga negara untuk memeluk agama yang sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing.
Dibuatnya kebijakan-kebijakan yang mencakup sila Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu dengan mempertimbangkan moral serta sifat-sifat sitem moral Indonesia supaya bisa melandasi atau menjadi pedoman perilaku perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Adapun kebijakan pemerintah yang sesuai dengan sila pertama antara lain:
1.    Pendidikan agama
            Pendidikan agama di Indonesia telah diadakan sejak tahun 1950, dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud yunus dari Departemen Agama, Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari. Isinya ialah:
a. Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat.
b. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
c. Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua / walinya.
e. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Kebijakan ini sesuai dengan sila pertama pancasila yang menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya, Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama. Faktor pendukung lainnya adalah dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II Pasal 2 ayat 1)”.
Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah dasar sampai Universitas,”

2. Adanya kementrian agama Republik Indonesia.
Keberadaan Departemen Agama dalam struktur pemerintah Republik Indonesia melalui proses panjang. Sebagai bagian dari pemerintah negara Republik Indonesia; Kementerian Agama didirikan pada 3 Januari 1946. Dasar hukum pendirian ini adalah Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor I/SD tertanggal 3 Januari 1946.
Mohammad Yamin adalah orang yang mula-mula mengusulkan dalam salah satu sidang BPUPKI agar pemerintah Republik Indonesia, di samping mempunyai kementerian pada umumnya, seperti luar negeri, dalam negeri, keuangan, dan sebagainya, membentuk juga beberapa kementerian negara yang khusus. Salah satu kementerian yang diusulkannya ialah Kementerian Islamiyah, yang katanya, memberi jaminan kepada umat Islam (masjid, langgar, surau, wakaf) yang di tanah Indonesia dapat dilihat dan dirasakan artinya dengan kesungguhan hati.
Tetapi meskipun beberapa usulnya tentang susunan negara bisa diterima dan menjadi bagian dan UUD 1945, usulnya tentang ini tidak begitu mendapat sambutan.
Ketika Kabinet Presidential dibentuk di awal bulan September 1945, jabatan Menteri Agama belum diadakan. Demikian halnya, di bulan Nopember, ketika kabinet Presidential digantikan oleh kabinet parlementer, di bawah. Perdana Menteri Sjahrir. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali diajukan kepada BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) pada 11 Nopember 1946 oleh K.H. Abudardiri, K.H. Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro, yang semuanya merupakan anggota KNIP dari Karesidenan Banyumas. Usulan ini mendapat dukungan dari Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang semuanya juga merupakan anggota KNIP untuk kemudian memperoleh persetujuan BP-KNIP.
Sebagai realisasi, pada 3 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan ketetapan yang antara lain berbunyi: Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Departemen Agama. Keputusan dan penetapan pemerintah ini dikumandangkan di udara oleh RRI ke seluruh dunia, dan disiarkan oleh pers dalam, dan luar negeri, dengan H. Rasjidi BA sebagai Menteri Agama yang pertama.

3. Diakuinya enam Agama resmi di Indonesia
Ketetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1 menyatakan bahwa, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)"
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu.
Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia.
Namun, setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktikkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. Seperti agama lainnya di Indonesia yang secara resmi diakui oleh negara.

4. Menjadikan hari besar keagamaan sebagai hari libur nasional.
Hari libur nasional telah ditetapkan oleh negara melalui Keppres No. 251 Tahun 1967 tentang Hari-Hari Libur, Keppres No. 10 Tahun 1971 tentang Hari Wafat Isa Al-masih Dinyatakan Sebagai Raya/Hari Libur , Keppres No. 3 Tahun 1983 yang menambahkan hari raya Waisak dan Nyepi sebagai Hari Libur Nasional, dan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek.
Adapun hari besar agama di Indonesia yang ditetapkan menjadi hari libur nasional keagamaan antara lain:
  1. Untuk Agama Budha:
o    Hari Raya Waisak : Waisak dirayakan pada bulan Mei saat terang bulan untuk memperingati peristiwa lahirnya Siddharta (623 SM), Siddharta menjadi Budha (588 SM), dan wafatnya Budha Gautama (543 SM)
  1. Untuk Agama Hindu:
o    Hari Raya Nyepi : Merupakan perayaan tahun baru Hindu. Perayaan tahun baru ini dimulai dengan kegiatan menyepi yang bertujuan untuk untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
  1. Untuk Agama Islam:
o    Tahun Baru Hijriyah : Merupakan perayaan tahun baru islam yang diperingati setiap tanggal 1 Muharam dalam sistem penanggalan Hijriyah.
o    Maulid Nabi Muhammad : Merupakan peringatan peristiwa lahirnya Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal sistem penanggalang Hijriyah.
o    Isra Mikraj : Merupakan peringatan peristiwa isra mikraj Nabi Muhammad yang diperingati pada tanggal 27 Rajab (Hijriyah). Isra merupakan peristiwa diberangkatkannya Nabi Muhammad oleh Allah dari Masjidil Haram (Mekkah) menuju Masjidil Aqsa (Palestina) yang dilanjutkan dengan Mikraj yaitu Nabi dinaikkan dari bumi ke Sidratul Munthoha untuk menerima perintah kewajiban sholat. Peristiwa ini terjadi dalam waktu semalam.
o    Hari Idul Fitri : Merupakan hari raya Islam yang diperingati pada tanggal 1 Syawal dalam penanggalan Hijriyah sebagai akhir dari pelaksanaan ibadah puasa.
o    Hari Raya Idul Adha : Merupakan hari raya Islam yang diperingati pada tanggal 10 Dzulhijah. Idul Adha menjadi puncak pelaksanaan ibadah haji dan pelaksanaan ibadah qurban.
  1. Untuk Agama Khong Hu Chu:
o    Tahun Baru Imlek : Merupakan perayaan tahun baru dalam sistem penanggalan Tionghoa.
  1. Untuk Agama Katolik dan Kristen:
o    Wafat Isa Almasih : Merupakan peringatan wafatnya Isa Almasih yang dikenal juga sebagai Jumat Agung. Jumat Agung diperingati pada hari Jumat sebelum Paskah.
o    Kenaikan Isa Almasih : Merupakan hari raya Kristen untuk memperingati peristiwa naiknya Yesus ke surga yang diperingati pada hari ke-40 setelah Paskah.
o    Hari Natal : Merupakan hari raya Kristen yang diperingati pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.
B.     Sila Kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
Makna yang terkandung dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai kemanusiaan yang beradab mengandung makna bahwa beradab erat kaitannya dengan aturan-aturan hidup, budi pekerti, tata krama, sopan santu, adat istiadat, kebudayaan, kemajuan ilmu pengetahuan, dsb. Semua aturan diatas bertujuan untuk menjaga agar manusia tetap beradab, tetap menghargai harkat dan derajat dirinya sebagai manusia. Adab diperlukan agar manusia bisa meletakkan diri pada tempat yang sesuai.
Kebijakan Pemerintah yang sesuai dengan sila kedua contohnya yaitu:
a.      Menegakkan HAM
Pemerintah berusaha semaksilmal mungkin menegakkan Hak Asasi Manusia dengan membuat peraturan-peraturan HAM . Peraturan HAM dalam Konstitusi Negara diantaranya sebagai berikut:
  • Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Jaminan perlindungan tentang hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, pasal 27 Ayat (1)
  2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 27 Ayat (2)
  3. Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan lisan dan tulisan, pasal 28
  4. Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, pasal 29 Ayat (2)
  5. Hak dalam usaha pembelaan negara, pasal 30
  6. Hak mendapat pengajaran, pasal 31
  7. Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, pasal 23
  8. Hak dibidang perekonomian, pasal 33.
  9. Hak fakir miskin dan anak terlantar dipeiharaan oleh negara, pasal 34.
  • Undang-Undang
Peraturan HAM juga dapat dilihat dalam Undang-Undang Yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Antara lain sebagai berikut:
  1. UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti penyiksaan, Perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
  2. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
  3. UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang Hubungan Perubahan.
  4. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
  5. UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Rativikasi Konvensi ILO Nomor 105 tentang Penghapusan Pekerja Secara Paksa
  6. UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Rativikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja
  7. UU Nomor 21 Tahun 1999 tentang Rativikasi Konvensi ILO Nomor 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
  8. UU Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 11 Tahun 1963 tentang tindak Pidana Subversi
  9. UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Rativikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
  10. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  11. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
  12. UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
  13. UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

  • Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
Pengaturan HAM dalam peraturan pemerintah dan keputusan Presiden, di antaranya adalah sebagai berikut.
  1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM
  2. Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 181 Tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita
  3. Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 1998-2003, yang memuat rencana ratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia Perserkatan Bangsa-Bangsa serta tindak lanjutnya
  4. Keputusan presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada
  5. Pengadilan Negri Jakarta Pusat, Prngadilan Negri Surabaya, dan Pengadilan Negri Makassar
  6. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc Pada
  7. Pengadilan Negri Jakarta Pusat, yang diubah dengan keputusan Presiden Nomor 96 tahun 2001
  8. Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komosi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
  9. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komnas HAM
Keseluruhan ketentuan perundang-undangan di atas merupakan pintu pembuka bagi strategi selanjutnya, yaitu tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap ini diupayakan mulai tumbuh kesadaran terhadap penghormatan dan penegakan HAM, baik dikalangan aparat pemerintah maupun masyarakat karna HAM merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu diperjuangkan, dihormati, dan dilindungi oleh setiap manusia.
Penataan aturan secara konsisten memerlukan persyaratan yang harus dipenuhi, persyaratan pertama adalah demokrasi dan supermasi hukum, kedua, HAM sebagai tatanan sosial.
b.      Peraturan No 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan No 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada penghujung tahun 2012 lalu. Peraturan itu pada intinya mengatur tentang siapa saja yang berhak menerima bantuan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari pemerintah yang diambil dari APBN. Jaminan Kesehatan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Dalam peraturan itu, PBI Jaminan Kesehatan ditujukan untuk fakir miskin dan orang tidak mampu. Fakir miskin didefinisikan sebagai orang yang sama sekali tidak mempunyai mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi dirinya dan keluarganya.
Sedangkan golongan orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.
Pihak yang berwenang untuk menetapkan kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu adalah Kementerian Sosial setelah melakukan koordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri.
c.       Kebijakan Hukum
Kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila yaitu kebijakan terkait pemberian hukuman, pemberian remisi, asimilasi dan grasi. Semua kebijakan tersebut diatur dalam undang-undang.
C.     Sila Ketiga, “Persatuan Indonesia”
Sila ke -3 ini mempunyai maksud mengutamakan persatuan atau kerukunan bagi seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya. Sehingga dapat disatukan melalui sila ini berbeda-beda tetapi tetap satu atau disebut dengan Bhineka Tunggal Ika. Persatuan Indonesia mengutamakan kepentingan dan keselamatan negara ketimbang kepentingan golongan pribadi atau kelompok seperti partai. Hal yang dimaksudkan adalah sangat mencintai tanah air Indonesia dan bangga mengharumkan nama Indonesia. Sila ini menanamkan sifat persatuan untuk menciptakan kerukunan kepada rakyat Indonesia.
Sila yang mempunyai lambang pohon beringin ini bermaksud memelihara ketertiban yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam nilai Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk Negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya, serta kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal itu terkandung nilai bahwa bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme religious yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa. Nasionalisme yang humanitik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai nasionalisme ini harus tercermin dalam segala aspek penyelenggaraan Negara.
      Butir-butir dari Sila ke-3 Pancasila :
1)      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2)      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3)      Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4)      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5)      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6)      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7)      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Kebijakan Pemerintah yang sesuai dengan sila ‘Persatuan Indonesia’ antara lain :
a.      Mewajibkan pelaksanaan Upacara Bendera
Terkait Kewajiban pelaksanaan upacara bendera diatur dalam:
1.
UUD RI Tahun 1945
2. UU no. 
09 Tahun 2010 tentang Keprotokolan
3. UU no. 
24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negera, serta Lagu Kebangsaan
4. PP no.
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
5. PP 
62 tahun 1990 tentang Ketentuan Protokol tentang Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan
6. PP no. 
40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan RI
7. Keppes 
49 tahun 1970  tentang penyerahan duplikat bendera merah putih ke setiap daerah tingkat II
8. Permendikbud no.
16 Tahun 2012 tentang Kode Etik Pegawai
9. Permendiknas no. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan kesiswaan
Kebijakan terkait Upacara bendera tersebut sesuai sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Karena dengan melaksanakan upaca bendera dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Kementrian Pertahanan
Adanya kementrian pertahanan ini merupakan penerapan Nilai Keutuhan Kesatuan dan Persatuan bangsa indonesia. Fungsi utamanya yaitu untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Mencegah serangan-serangan dari dalam maupun dari luar yang mengancam persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.       Pendidikan Pancasila
Dengan adanya pendidikan pancasila, diharapkan generasi penerus bangsa bisa memahami Ideologi bangsa Indonesia. Dengan begitu bangsa indonesia tidak mudah terpengaruh dengan ideologi-ideologi asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia.
Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Dengan demikian, perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D.    Sila ke Empat, ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan “
Sila ke-4 yang mana berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sebuah kalimat yang secara bahasa membahasakan bahwa Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara demokrasi.
Sebuah keputusan pada intinya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan  dilakukan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini, diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia.
Nilai kerakyatan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai ini menganut paham demokrasi.
Kebijakan pemerintah yang sesuai dengan sila ke-4 antara lain:
1.      Tidak melarang adanya unjuk rasa
Kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa atau demonstrasi
merupakan bagian dari implementasi prinsip sila keempat pancasila.
Pemerintah tidak melarang adanya unjuk rasa atau berpendapat di muka umum.
kebebasan berpendapat di muka umum dijamin oleh:  
§  Landasan Idiil
Yaitu Pancasila terdapat dalam sila ke IV "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan".

§    Landasan Konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar 1945 :
a)       Pasal 28 menyatakan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lis an dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang .
b)      Pasal  28E Ayat (3) menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat

§   Landasan Operasional
a)       Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pasal 2
a.   Ayat (1) “Setiap warga Negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berkumpul, dan bernegara”
b.  Ayat (2) “penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini”
Pasal 8 menyatakan “Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum berlangsung secara umum, tertib, dan damai”
b)      UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23
a.   Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa”.

Pasal 25 menyatakan “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Pasal 32 menyatakan “Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidan boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Pasal 60
a.   Ayat (2) “Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan”
c)     UU No. 40 Tahun 1999 Tentang pers
d)    UU No. 32 Tahun 2002 Tentang penyiaran

2.      Sidang pleno MPR
MPR bersidang sedikitnya dua kali dalam lima tahun di ibukota negara. Sidang MPR yang dilaksanakan biasanya membahas rancangan undang-undang, rancangan anggara, ataupun membahas permasalahan yang ada .
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
  • sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat.
3.      Pemilihan Umum
Pemilihan umum sesuai dengan prinsip demokrasi yang terkandung dalam sila keempat pancasila. Pemilu merupakan salah satu penerapan prinsip kerakyatan. factor yang menyebabkannya sesuai dengan pancasila adalah asas LUBER, yaitu: langsung. Berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan, umum berarti pemilu dapat diikuti seluruh warga Negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara, bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dan rahasia berarti suara yang diberikan pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
E.     Kebijakan Pemerintah yang Sesuai dengan Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ø  Pemberian Bantuan untuk warga miskin
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global, artinya kemiskinan adalah masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia. Kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan, dan adanya kebutuhan sosial. Sehingga pemerintah memberikan bantuan BLT berupa uang tunai dan sembako kepada masyarakat miskin. Di Indonesia terdapat kecenderungan bahwa seakan-akan kemiskinan hanya diberantas oleh program-program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan seolah mencakup pemberian modal usaha untuk membuka warung kecil di sudut kampung, pemberian sapi atau kambing untuk peternakan dan pelatihan keterampilan perbengkelan atau kerajinan tangan. Asumsinya sederhana, jika orang miskin diberi modal dan dilatih, maka mereka akan memiliki pekerjaan dan pendapatan, sehingga kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik.


Ø    Asuransi Kesejahteraan Sosial
Penelitian evaluasi Program Jaminan Kesejahteraan Sosial: Asuransi Kesejahteraan Sosial ini bertujuan memahami proses dan hasil pelaksanaan program. Instrument utama dalam menganalisis data lapangan menggunakan konsep asuransi sosial, yaitu suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

Ø   Pemberian Dana Pensiun
Kementerian Keuangan memastikan 4,7 juta PNS akan mendapatkan gaji ke-13 bulan ini. Kepastian tersebut menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2011 tanggal 30 Juni 2011 tentang pemberian gaji atau pensiun tunjangan bulan ketiga belas dalam tahun anggaran 2011 kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan penerima pensiun tunjangan.
Dirjen Perbendaharaan Negara Kemenkeu Agus Suprijanto dalam keterangan tertulis yang mengatakan bahwa pengajuan surat perintah membayar oleh masing-masing satuan kerja akan segera dilakukan. Untuk PNS pusat, gaji ke-13 akan dibayarkan langsung ke rekening masing-masing, sementara untuk PNS daerah akan dibayarkan melalui APBD masing-masing daerah. Sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut, telah terbit peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai petunjuk teknis pemberian gaji 13 tersebut yaitu Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No 38/PB/2011. Sementara, gaji ke-13 untuk penerima pensiun atau tunjangan akan dibayarkan melalui PT Taspen (Persero) atau PT Asabri (Persero).

Ø       Mendirikan Pustu/Puskesmas Pembantu di Setiap Daerah
Untuk mensejahterakan rahyat, tidak hanya dengan serangkaian materi tetapi kesehatan itu lebih penting, karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa pendirian puskesmas-puskesmas di setiap daerah, dengan tujuan agar semua rakyatnya bisa hidup sehat, tanpa mengidap penyakit yang parah dengan biaya yang murah bahkan pengobatan gratis.

Ø       Pemberdayaan Perempuan
Dengan meningkatkan peranaan perempuan dalam bekerja, berkarier di bidang apa saja dan meningkatkan kesetaraannya, meningkatkan jumlah dan proporsi perempuan dalam menamatkan pendidikannya, menurunkan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, maka suatu kebijakan seperti itu dapat mengubah nasib kaum perempuan di masa sekarang.



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia, ideologi Negara Indonesia, sekaligus menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pengamalannya harus dilakukan oleh setiap elemen bangsa Indonesia, baik dari masyarakat pada umumnya hingga disetiap penyelenggara negara.
Karena Pancasila merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia, maka sudah seharusnya kebijaka-kebijakan yang dibuat pemerintah harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
B.     Saran
Sebagai warga negara indonesia, sudah seharusnya kita mengamalkan nilai-nilai pancasila.
Jadi, marilah kita mengamalkan nilai-nilai pancasila itu salah satunya dengan cara menjalankan aturan-aturan yang telah dibuat sesuai dengan pancasila.

Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita lebih memahami tentang penerapan  pancasila dalam kehidupan. Mohon permakluman dari semuanya jika dalam makalah kami ini masih terdapat banyak kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tiadalah sesuatu yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.

Comments

Post a Comment

Popular Posts